Sejarah Desa Jayamukti

Desa Jayamukti memiliki sejarah unik karena wilayahnya terbentuk dari tanah timbul, yaitu daratan baru yang muncul akibat pengendapan sedimen sungai di muara pantai utara Subang. Proses alam ini menciptakan daratan yang lambat laun dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai lahan pertanian, tambak, dan permukiman.

Sekitar tahun 1947, wilayah ini mulai dihuni dan dimanfaatkan oleh masyarakat, dipelopori oleh seorang tokoh bernama Lawijan.

Pasca masa penjajahan Jepang (sekitar tahun 1950), pemanfaatan wilayah tanah timbul berkembang menjadi lahan tambak ikan dan garam.

Pembentukan tanah timbul merupakan hasil dari proses erosi di hulu sungai, sehingga dapat mengakibatkan pengendapan sedimen di muara sungai atau di pesisir pantai, lambat laun endapan ini membentuk daratan baru/lahan baru.

Pertambahan penduduk masyarakat pesisir mengakibatkan terjadinya permasalahan terhadap keterbatasan akan lahan. Ketersediaan lahan yang semakin terbatas mendorong masyarakat untuk mulai memanfaatkan tanah timbul.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejarah terjadi dan pemanfaatan tanah timbul di Desa Jayamukti adalah desebabkan oleh 2 faktor, alam dan faktor aktifitas manusia.

Pemanfaatan tanah timbul di Desa Jayamukti berawal pada tahun 1947 yang dipelopori oleh Lawijan, tahun 1950 setelah zaman Jepang, pemanfaatan tanah timbul mulai berkembang, tahun 1960 hutan mangrove rusak akibat penggarapan tanah hutan untuk tambak terbuka, tahun 1970 pembuatan proyek Kali Malang, tahun 1972 PEMDA menggalakan program RAKGANTANG pada lahan tanah timbul, tahun 1978 hutan dan tanah timbul mulai dikelola Perum Perhutani, tahun 1979 Perhutani membuat pola tambak percontohan empang parit.

Tahun 1985 perhutani melaksanakan pemungutan retribusi dalam mengelola tanah timbul akan tetapi kurang berjalan. Tahun 2000-2012 masyarakat mulai membayar pemungutan retribusi dalam administrasi pengelolaan tanah timbul.

Pola interaksi masyarakat Desa Jayamukti dengan tanah timbul dibagi menjadi 3, yaitu eksploitasi, konservasi dan pemanfaatan serta proteksi penjagaan tanpa memanfaatkan.

Masyarakat melakukan eksploitasi terhadap tanah timbul dengan jumlah persentase 77,5% sedangkan yang melakukan konservasi dan pemanfaatan 22,5%, adapun yang melakukan proteksi tidak ada.

Masyarakat Desa Jayamukti memanfaatkan lahan tanah timbul pada umumnya menjadi tambak ikan dan udang, tempat penggaraman serta jual beli lahan tanah timbul.

Desa Jayamukti secara resmi menjadi desa administratif setelah pemekaran wilayah dari Kecamatan Ciasem pada tahun 1984, saat Kecamatan Blanakan dibentuk.

Dasar pembentukan Desa Jayamukti, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang didasarkan pada peristiwa pemekaran wilayah administratif untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan mempercepat pembangunan di wilayah pesisir utara Subang.

Pemekaran dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan publik karena pertumbuhan penduduk dan pengembangan wilayah yang pesat, terutama karena munculnya wilayah tanah timbul yang dijadikan permukiman dan lahan produktif.

Desa Jayamukti termasuk dalam cakupan wilayah saat Kecamatan Blanakan resmi dimekarkan dari Kecamatan Ciasem pada tahun 1984. Pemekaran kecamatan menjadi dasar administratif untuk pengaturan desa-desa baru, termasuk Jayamukti.

Peraturan Bupati Subang Nomor 171 Tahun 2022 merupakan dokumen hukum yang menetapkan batas wilayah Desa Jayamukti secara resmi, mencakup batas dengan desa-desa tetangga seperti Blanakan, Rawamekar, dan Rawameneng.

Dokumen ini memperkuat status hukum dan batas administratif desa dalam perencanaan pembangunan dan pengelolaan pemerintahan desa.

Semakin banyak masyarakat yang bermukim dan mengelola tambak di wilayah tersebut sejak tahun 1947-an, sehingga muncul kebutuhan akan pemerintahan desa tersendiri.